Sungguh, pemahaman ini sangat berbahaya bila didalami dan dicermati
dengan kacamata ilmu. Dan hanya akan menjadi indah bila dipahami dengan
kaca mata akal yang sudah rusak dan dzauq (perasaan) yang sudah mati
karena kejumudan dalam taqlid.
Ini adalah konsep Iblis yang ditebarkan oleh kaum sufiyah modern yaitu
Jama’atut Tabligh wad Da’wah. Juga seperti konsep Ikhwanul Muslimin
dalam amal dakwah mereka. Prinsip ini mengharuskan setiap orang untuk
diam dari menyuarakan kebenaran, terlebih kebenaran itu akan menimbulkan
friksi dan tidak menguntungkan “dakwah”. Diakui atau tidak, demikianlah
hakikat dakwah mereka di masyarakat.
Dan konsep iblis ini sangat batil, dilihat dari beberapa sisi:
a. Merupakan sunnatullah bahwa perjalanan dakwah yang haq akan
mendapatkan perlawanan sengit dari kebatilan dan pelakunya, yang berawal
sejak keberadaan bapak manusia yaitu Nabi Adam ‘alaihissalam sampai
akhir jaman.
Pertempuran antara ahli kebatilan dan kebenaran tidak akan pupus selama
kehidupan masih ada di dunia ini. Allah 'Azza wa Jalla telah
menceritakan dalam kitab-Nya tentang perjalanan dakwah Nabi Nuh
‘alaihissalam sebagai rasul yang pertama, yang mendapatkan penentangan
hebat dari istri dan kaumnya, Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dari ayah dan
kaumnya, Nabi Luth ‘alaihissalam dari istri dan kaumnya, Nabi Hud
‘alaihissalam dari kaum ‘Ad, Nabi Shalih ‘alaihissalam dari kaumnya
Tsamud, Nabi Syu’aib ‘alaihissalam dari kaumnya Madyan, Nabi Musa dan
‘Isa ‘alaihimassalam dari kaumnya Bani Israil, dan Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam dari keluarga dan umat beliau. Allah 'Azza
wa Jalla menjelaskan sunnah ini di dalam firman-Nya:
وَكَذَلِكَجَعَلْنَالِكُلِّنَبِيٍّعَدُوًّاشَيَاطِيْنَاْلإِنْسِوَالْجِنِّيَوْحِيبَعْضُهُمْإِلَىبَعْضٍزُخْرُفَالْقَوْلِغُرُوْرًا
“Dan demikianlah kami menjadikan musuh bagi setiap nabi, yaitu
(musuh) dari kalangan setan manusia dan jin, yang sebagiannya
membisikkan kepada sebagian yang lain (dengan) ucapan yang dihiasi
dengan penuh penipuan.” (Al-An’am: 112)
وَكَذَلِكَجَعَلْنَالِكُلِّنَبِيٍّعَدُوًّامِنَالْمُجْرِمِيْنَوَكَفَىبِرَبِّكَهَادِيًاوَنَصِيْرًا
“Demikianlah kami telah menjadikan musuh bagi setiap nabi dari para
pelaku maksiat, dan cukuplah Rabbmu sebagai pemberi petunjuk dan
penolong.” (Al-Furqan: 31)
As-Sa’di rahimahullahu menjelaskan dalam tafsir beliau:
“(Sebagai sebuah penghibur bagi Rasul-Nya Muhammad Shallallahu 'alaihi
wa sallam), Allah 'Azza wa Jalla berfirman: ‘Sebagaimana Kami telah
menjadikan bagimu musuh-musuh yang akan membantah, memerangi dan hasad
terhadap dakwahmu (maka) inilah sunnah Kami, yaitu menjadikan
musuh-musuh bagi setiap nabi yang Kami utus dari kalangan setan manusia
dan jin yang akan melawan segala apa yang dibawa oleh para rasul’.”
(lihat Taisirul Karimirrahman, hal. 232)
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullahu mengatakan:
“Termasuk hikmah Allah 'Azza wa Jalla yaitu, tidaklah Allah 'Azza wa
Jalla mengutus seorang nabi melainkan Dia menjadikan musuh dari kalangan
manusia dan jin bagi mereka. Hal itu untuk membuktikan bahwa dengan
adanya musuh, kebenaran itu akan terbersihkan (dari kebatilan, -pen.)
dan kebenaran itu akan menjadi jelas.
Karena dengan adanya lawan dari setiap perkara (misal: syirik dengan
tauhid, kemaksiatan dengan ketaatan, -red.) tentu akan menguatkan hujjah
yang lain. Apabila sesuatu itu berjalan polos (tanpa ada yang
menentang, -pen.) tidaklah akan menjadi jelas (dibandingkan) bila
padanya ada penentangan, sampai akhirnya kebenaran itu melumatkan
kebatilan dan menjadi terang-benderang. Dan sunnah yang menimpa para
nabi juga telah menimpa segenap pengikut mereka.” (Syarah Kasyfus
Syubhat, hal. 23)
Apakah setelah semuanya ini mereka akan berusaha untuk menghilangkan
sunnatullah, atau menyembunyikannya di balik layar ‘demi ukhuwwah’?
b. Prinsip di atas akan menghancurkan prinsip dasar di dalam agama,
yaitu prinsip ingkarul mungkar (mengingkari kemungkaran dan pelakunya).
Ini adalah sebuah fenomena kebatilan di atas kebatilan, yang dikemas
dengan rapi dalam peti Iblis: ‘demi ukhuwwah Islamiyah’. Prinsip
ingkarul mungkar telah dijelaskan oleh Allah 'Azza wa Jalla dan
Rasul-Nya dalam banyak ayat dan hadits, di antaranya:
وَلْتَكُنْمِنْكُمْأُمَّةٌيَدْعُوْنَإِلَىالْخَيْرِوَيَأْمُرُوْنَبِالْمَعْرُوْفِوَيَنْهَوْنَعَنِالْمُنْكَرِ
“Dan hendaklah ada sekelompok orang dari kalian yang menyeru kepada
kebaikan, memerintahkan kepada kebajikan dan mencegah dari kemungkaran.” (Ali ‘Imran: 104)
كًُنْتُمْخَيْرَأُمَّةٍأُخْرِجَتْلِلنَّاسِتَأْمُرُوْنَبِالْمَعْرُوْفِوَتَنْهَوْنَعَنِالْمُنْكَرِ
“Kalian adalah sebaik-baik umat yang dikeluarkan bagi manusia, menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah dari kemungkaran.” (Ali ‘Imran: 110)
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْرَأَىمِنْكُمْمُنْكَرًافَلْيُغَيِّرْهُبِيَدِهِفَإِنْلَمْيَسْتَطِعْفَبِلِسَانِهِفَإِنْلَمْيَسْتَطِعْفَبِقَلْبِهِوَذَلِكَأَضْعَفُاْلإِيْمَانِ
“Barangsiapa melihat kemungkaran maka hendaklah dia mengubahnya
dengan tangannya. Dan bila dia tidak sanggup, hendaklah dia mengubahnya
dengan lisannya. Dan bila dia tidak sanggup maka dengan hatinya, dan
yang demikian itu adalah selemah-lemah iman.”
Di atas prinsip inilah, Islam diturunkan oleh Allah 'Azza wa Jalla. Adapun jika Islam di atas prinsip batil di atas, niscaya:
1. Tidak akan terang dan jelas kebenaran dan kebatilan, sampai sekarang ini.
2. Tidak akan ada amanat jihad melawan ahli kebatilan.
3. Tidak ada perintah ingkarul mungkar.
4. Tidak ada hak dan batil di dalam Islam, sehingga pada akhirnya semua agama adalah sama.
Ibnu Syubrumah rahimahullahu mengatakan:
“Menyeru kepada yang ma’ruf dan men-cegah dari kemungkaran sama dengan
jihad. Dan setiap orang wajib bersabar dari dua orang yang akan
mengganggu, tidak boleh lari dari keduanya dan tidak boleh bersabar
lebih dari itu (diam).
Meskipun dia takut terhadap caci makian atau dia takut mendengar ucapan
yang jelek, (tetap) tidak akan gugur kewajiban ingkarul mungkar
sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Al-Imam Ahmad. Dan bila dia
menanggung beban gangguan dan dia tetap kokoh menghadapinya, maka itu
adalah lebih utama.” (lihat Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, hal. 436)
Ibnu Rajab rahimahullahu mengatakan:
“Ketahuilah bahwa menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah dari
kemungkaran terkadang dilakukan karena mengharapkan pahala dari Allah
'Azza wa Jalla. Terkadang dilakukan karena takut dari adzab Allah 'Azza
wa Jalla bila meninggalkannya. Terkadang karena marah ketika keharaman
Allah 'Azza wa Jalla dilanggar.
Terkadang bertujuan menasehati kaum mukminin, kasih sayang kepada mereka
dan berharap agar mereka terbebaskan dari perkara yang menjatuhkan
mereka pada murka Allah 'Azza wa Jalla baik di dunia ataupun di
akhirat.
Terkadang dilakukan sebagai satu bentuk pengagungan, pemulia-an dan
kecintaan kepada Allah 'Azza wa Jalla, di mana Allah 'Azza wa Jalla
harus ditaati dan tidak dimaksiati, diingat dan tidak dilupakan,
disyukuri dasn tidak dikufuri, dan agar setiap orang menebus dosa-dosa
yang pernah dilakukan dengan jiwa dan harta.” (Jami’ul ‘Ulum wal Hikam,
hal. 440)
Apakah mereka akan membangun sebuah prinsip batil lalu menumbangkan
prinsip yang asasi di dalam agama? Tentu ini adalah sebuah kebatilan
yang harus diingkari dan diperangi.
Dikutip dari "Benarkah Syafaat Diminta Kepada Selain Allah, Bagian 1"
Penulis : Al-Ustadz Abu Usamah Abdurrahman bin Rawiyah An-Nawawi .http://al-uyeah.blogspot.co.id
